Di sebuah dusun kecil bernama Mari, yang terletak di Desa Borani, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, tinggal seorang sosok inspiratif bernama Bergita Loda. Ia adalah seorang guru yang tidak hanya mengabdi di dunia pendidikan, tetapi juga memanfaatkan setiap waktu luangnya untuk melestarikan budaya leluhur melalui tenun ikat tradisional.
Sebagai pendidik, Bergita dikenal sabar dan penuh dedikasi. Ia mengajar dengan sepenuh hati di sekolah dasar setempat, berusaha menanamkan ilmu pengetahuan sekaligus nilai-nilai luhur kepada murid-muridnya. Namun, yang membuat Bergita istimewa bukan hanya pengabdiannya di ruang kelas. Di balik kesibukannya sebagai guru, ia tetap setia pada tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun di kampung halamannya—bertenun.
Setiap pulang sekolah, setelah mengganti seragam dan menyantap makan siang sederhana, Bergita duduk di depan alat tenunnya. Dengan penuh ketekunan, ia mulai menganyam benang demi benang, menciptakan motif-motif khas Ngada yang sarat makna. Baginya, bertenun bukan sekadar kegiatan mengisi waktu luang, tetapi juga bentuk cinta dan tanggung jawab terhadap warisan budaya.
Tenunan karya Bergita tidak hanya indah, tetapi juga mengandung cerita—tentang alam, kehidupan, dan filosofi masyarakat setempat. Ia juga kerap mengajarkan keterampilan ini kepada para remaja perempuan di desanya, agar tradisi menenun tidak punah di tengah arus modernisasi.
“Bertenun adalah cara saya menjaga identitas. Selain itu, ini juga bisa menambah penghasilan untuk keluarga,” tutur Bergita dengan senyum sederhana. Dari hasil tenunnya, ia bisa membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya, tanpa meninggalkan perannya sebagai pendidik.
Kisah Bergita Loda adalah gambaran nyata tentang bagaimana seseorang bisa menjadi agen perubahan dengan cara yang sederhana namun bermakna. Ia tidak hanya mendidik lewat kata-kata, tetapi juga lewat tindakan, menunjukkan bahwa budaya dan pendidikan bisa berjalan beriringan, saling menguatkan.